Museum Sang Jendral, Ahmad Yani

Museum Sang Jendral, Ahmad Yani – Dibangun sekitar tahun 1930 – 1940an pada saat pengembangan wilayah Menteng dan Gondangdia, semula gedung ini dipergunakan sebagai rumah tinggal pejabat maskapai swasta Belanda/Eropa. Pada tahun 1950-an dikelola oleh Dinas Perumahan Tentara, kemudian dihuni oleh Letjen Ahmad Yani sebagai perwira tinggi TNI AD dengan jabatan terakhir Menteri/Panglima Angkatan Darat RI. Rumah ini menjadi tempat bersejarah karena Letjen A. Yani dibunuh dan diculik oleh gerombolan Partai Komunis Indonesia pada tanggal 30 September, 1965, yang kemudian dikenal dengan peristiwa pemberontakan Gerakan Satu Oktober, sebelum akhirnya sekarang dijadikan museum.

Rumah bercat putih itu barangkali tidak tampak begitu istimewa dari luar. Pagar hitam yang mengelilinginya juga dibuat tidak terlalu tinggi. Yang mencolok adalah patung Jenderal Ahmad Yani yang berdiri gagah, lengkap dengan relief dan kolam ikan di halaman depannya.

Patung, kolam, dan relief itu adalah sebagian dari sedikit perubahan di kediaman Sang Jenderal yang kini Namanya menjadi Museum Sasmitaloka Ahmad Yani. Selebihnya adalah asli, persis seperti saat kediaman itu ditinggal Jenderal Ahmad Yani pasca penembakan dirinya di rumah itu. agen bola

Tujuh peluru ditembakan bertubi-tubi mengenai dada Sang Panglima di hadapan kedelapan anaknya. Tepat pukul 04.35, 1 Oktober 1965, Sang Panglima pun jatuh tersungkur di ruang tengah rumahnya. sbotop

“Setelah ditembak pasukan Cakrabirawa, beliau roboh di sini dalam keadaan tengkurap. Bapak ditelentangkan, lalu diseret hingga gerbang,” cerita Sersan Mayor Sartono, penjaga sekaligus pemandu Museum Sasmitaloka saat ditemui. https://www.americannamedaycalendar.com/

Lantai tempat gugurnya Sang Pahlwan Revolusi itu kini ditandai sebagai pengingat. Bahkan masih tampak jelas lubang-lubang peluru di pintu samping rumah itu. Di antara tujuh timah panas yang dilancarkan, lima peluru tembus dari tubuh Jenderal.

Dua peluru mengenai lukisan dan tiga lainnya mengenai lemari. Dua peluru lainnya masih bersarang di tubuh Ahmad Yani hingga jenazahnya ditemukan di Lubang Buaya. Senapan Thomson yang digunakan untuk menembak pun dipajang di kamar Ahmad Yani.

Di dinding ruang tengah juga terpajang sembilan foto Pahlawan Revolusi yang gugur pada peristiwa G30S/PKI. Foto-foto itu merupakan koleksi tambahan, di luar ribuan koleksi lain yang merupakan barang peninggalan asli milik Panglima Ahmad Yani.

“Ini semua asli. Dulu foto-foto pahlawan revolusi itu enggak ada sebelum jadi museum,” tambah Sartono yang menjaga museum itu sejak 2004.

Sartono kemudian memaparkan bahwa rumah itu dulunya didiami Panglima Jenderal Ahmad Yani dan keluarganya sejak 1958. Ia juga menunjukkan dua kamar yang dulu ditempati putri-putri beliau dan kamar Sang Jenderal sendiri.

Seprai, seragam, sepatu, hingga lencana milik Ahmad Yani terpajang sangat rapi pada lemari kaca di kamar itu. Bahkan, make up dan sabun mandi yang pernah digunakan sang istri, Yayu Rulia Sutowiryo, juga masih tersimpan di meja riasnya.

 “Bedaknya ibu (istri Ahmad Yani) masih ada, ini saya simpan di laci. Sebab kalau saya taruh di atas meja rias nanti bertaburan,” jelas Sartono.

Kenangan keluarga Jendral Ahmad Yani sungguh masih tersimpan rapi di museum yang dikelola Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat itu. Pasca kejadian ‘pagi berdarah’ itu, istri dan anak-anak Ahmad Yani pindah ke rumah di seberang museum. Namun, kenangan di rumah lama tersebut tidak pernah ditinggalkan.

Hingga kini ketujuh anak Ahmad Yani yang masih hidup kerap mengunjungi museum itu. Setidaknya sebulan sekali, mereka mencari tanggal yang pas untuk temu kangen dan merawat kenangan bersama ayahnya di sana.

“Mereka cari waktu senggang bareng untuk temu kangen dan nostalgia masa kecil. Meski ada kenangan menyakitkan, luka itu pelan-pelan sembuh. Mereka juga merasa bangga bapaknya gugur sebagai pahlawan pembela Pancasila,” tutup Sartono di sore itu.

Museum Sasmitaloka Ahmad Yani buka tiap hari, kecuali Senin pada 08.00-16.00 WIB. Untuk menikmati koleksi museum dan mendengarkan cerita pemandu, kamu tidak perlu membayar tiket masuk alias gratis.